Sabtu, 16 April 2011

Teror Bom, itu Kejahatan Kemanusiaan

Teror bom bunuh diri adalah kejahatan kemanusiaan. Bukan sekadar teror. “Kalau teror itu hanya menakut-nakuti. Tapi peledakan bom itu sudah pelaksanaan pembunuhan, terencana. Jadi itu adalah kejahatan kemanusiaan,” tegas Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang kepada Majalah Berita Indonesia dan TokohIndonesia.com, Senin (21/9/2009).

Pimpinan ponpes Al-Zaytun, Syaykh AS Panji Gumilang.

Teror bom bunuh diri itu, menurut pemahaman Syaykh, bukan jihad. “Pendalaman saya, jihad itu adalah membentengi diri dengan terus mendalami ilmu-ilmu Ilahi, ajaran Ilahi. Terus mendalami ajaran Ilahi, sampai menemukan bahwa manusia ini harus saling hormat-menghormati. Sampai ketemu satu nilai bahwa, tolonglah orang yang zolim dan yang dizolimi. Yang zolim ditolong, yang dizolimi pun ditolong,” jelas Syaykh Panji Gumilang.

Berikut petikan Wawancara TokohIndonesia.com dan Majalah Berita Indonesia dengan Syaykh Al-Zaytun Panji Gumilang, seputar masalah pertahanan dan keamanan. Mulai dari masalah ribuan pulau-pulau Indonesia yang belum termanfaatkan sedemikian rupa. Juga masalah teroris, peledakan bom bunuh diri yang dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi di Indonesia.

Berita Indonesia: Mengenai pertahanan dan keamanan, terutama ribuan pulau-pulau terluar Indonesia yang belum termanfaatkan sedemikian rupa. Sehingga sudah ada yang mengambil dan yang lain sudah diklaim oleh negara lain. Apa pandangan Syaykh tentang ini?
Panji Gumilang:
Kalau saya ditanya tentang itu, mengawal dengan pertahanan maritim, memperkuat pertahanan maritim. Artinya, mulailah bangsa Indonesia menetapkan pertahanan itu bukan di darat saja, tapi pertahanan laut. Diberikan dana yang maksimal. Kalau perlu beberapa pulau yang ada di Indonesia, kemudian ukuran berapa pulau yang harus diberi kapal, untuk menyerbukah, yang cepat. Kemudian setiap berapa pulau, yang berdekatan jarak berapa, diberikan sebuah pertahanan khusus, angkatan laut. Satu, jadi memperkuat angkatan laut.

Yang kedua meningkatkan jalur transportasi laut sebanyak mungkin. Itu nanti kita bisa mengenal, bangsa ini bisa mengenal bagaimana kekayaan laut Indonesia.

Wawancara TokohIndonesia.com dan majalah Berita Indonesia dengan Syaykh AS Panji Gumilang berlangsung hangat.

Terus ketiga, memberikan nama kepada pulau-pulau yang ada. Sehingga tidak disebut pulau terluar, kalau sudah terluar itu berarti ‘kan tidak di dalam. Saya tidak sepakat dengan bahasa pulau terluar itu. Ya sudah di luar kenapa diklaim tiap orang mau. Memakai ter-ter itu menandakan paling besar dan paling luar koq diklaim sebagai pulaunya.

Maka harus diberi nama, pulau ini-pulau ini. Saya rasa tidak memerlukan waktu banyak memberi nama itu. Sehingga tidak bahasa yang sangat sumir, karena negaranya sendiri koq terluar itu, bagaimana? Nah terus yang dalamnya mana. Nah bagi orang membahasakan terluar itu, ya sudah karena dianggap di luar, malah paling di luar ada ‘ter’ tadi. Untuk menandakan dahsyatnya itu.

Ada Dirjennya itu?
Ya, itu dirjennya pulau-pulau terluar. Itu artinya, menyerbu pulau orang lain. Maka berikanlah nama yang jelas. Atau pulau-pulau kecilkah harus ada nama. Kepulauan seribu, jangan hanya dikatakan kepulauan seribu, terlalu banyak, kalau memang seribu, satu-satu, terus diberi plang nama. Inilah pulau-pulau Indonesia. Kibarkan bendera di sana, pengibaran bendera berarti ada penduduk.

Jadi intinya, tahap awal itu perkuat angkatan laut, kemudian jalur transportasi laut, kemudian penamaan pulau dan hapuskan nama pulau terluar itu. Ya tetangga kita ‘kan, sudah dikatakan terluar, ambil saja, umpamanya.

Pemanfaatannya?
Dimanfaatkan semaksimal mungkin, tentunya untuk kesejahteraan. Jadi sebesar-besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia.

Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan, menurut pengamatan Syaykh sudah optimal mengelola perairan Indonesia?
Ya, tadi kan jelas sebelum kita mengusulkan tadi. Menamakan negaranya saja masih terluar gitu. Orang pulau sendiri juga, ah saya di luar ini. jadi kalau ingin masuk ke negara lain juga nggak salah. Orang terluar.

Syaykh Panji Gumilang mengatakan, jihad itu adalah membentengi diri dengan terus mendalami ilmu-ilmu Ilahi.

Dalam hal pulau-pulau terluar itu, ada yang menyalahkan Malaysia ada juga yang menyalahkan diri sendiri Indonesia. Bagaimana pendapat Syaykh mengenai hal itu?
Kan ada diplomasi. Tingkatkan saja diplomasi, nggak terlambat. Diplomasi, curahkanlah kepakaran diplomasi kita dan kedekatan bertetangga. Dan janganlah diajak rakyat ini atau jangan dipanas-panasilah. Nanti besi habis arang binasa. Diplomasi saja, saya yakin seyakin-yakinnya dengan ketajaman diplomasi, semua selesai.

Teror Bukan Jihad

Kemudian, masalah keamanan ini, bahwa Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sering menjadi sasaran teroris, lewat bom bunuh diri. Dan kelompok yang dianggap melakukan itu ada kaitannya dengan jaringan Islamiyah yang punya link juga dengan Al-Qaidah. Mengamati hal atau kejadian ini, apa pendapat Syaykh?
Kalau saya tidak melihat itu link-nya ke mana. Tapi melihat perbuatan teror, yang bahasa orang umum, teror. Bahasa saya ‘kejahatan kemanusiaan’. Kalau teror itu hanya menakut-nakuti gitu ‘kan. Tapi ini sudah pelaksanaan pembunuhan, terencana. Jadi itu adalah kejahatan kemanusiaan.

Jadi kalau dikatakan itu ada link ke organisasi-organisasi tertentu, bila bangsa ini tidak siap untuk melaksanakan, pasti tidak terjadi. Atau mempunyai sikap tidak mau melaksanakan itu pasti tidak terjadi. Nah itu, ada kaitannya tadi dengan apa yang selalu kita sampaikan, mengapa harus kembali pada nilai-nilai dasar. Sedikit kelompok saja yang tidak memahami atau justru menolak, itu bisa berbuat seperti yang kita saksikan hari ini.

Maka kita punya kepentingan dan kewajiban. Mengapa saya bedakan antara kepentingan dengan kewajiban, kepentingan Indonesia ini harus hidup terus jangan mati, jangan pecah. Kewajibannya adalah setiap manusia mengajak jangan berbuat kejahatan kemanusiaan.

Jadi di link-kan kemana saja, kalau bangsa ini kesadarannya terhadap berbangsa dan bernegara itu tinggi, nggak terjadi. Karena yang mengerem tadi itu yaitu kesadaran. Jadi pendapat saya, walau di link-kan kemana saja, kalau kesadarannya itu sudah mapan, mantap, tidak akan terjadi.

Syaykh Panji Gumilang mengatakan, jihad itu sebuah usaha besar yang terus untuk menghidupkan sebuah cita-cita besar. Kalau kita membunuh, menghentikan cita-cita.

Kemudian para pelaku teror itu sering mengaitkan bahwa itu justru menjalankan ibadahnya yang sebagai seorang muslim dianggap sebagai suatu jihad. Bagaimana pandangan Syaykh?
Kalau dianggap oleh umat muslim, itu harus tanda petik. Yang mereka anggap, yang bagusnya yang mereka anggap. Nanti kalau dikatakan itu umat muslim beranggapan seperti itu, ya bahaya itu. Yang mereka anggap saja gitu ya.

Pelakunya mengaku ya?
Ya, pelakunya menganggap seperti itu. Itu dalam kebebasan berpikir, itu boleh-boleh saja menganggap seperti itu. Tapi harus ditimbang dong, ditimbang. Jadi kalau mereka beranggapan begitu, kita pun tidak beranggapan seperti itu. Jadi boleh mereka menganggap begitu karena memang dia, habitatnya dianggap seperti itu.

Nah itulah yang perlu kita berikan pemahaman. Dan pemahaman itu tidak harus ditujukan ke situ, karena pasti menolak. Pada generasi yang lebih banyak dari itu. Sehingga generasi inilah nanti yang lebih banyak dari yang berpikir seperti itu, ini yang akan membendung. Jadi jangan diserahkan hanya kepada pengaman negara, kepada bangsa ini semuanya ikut membendung.

Tatkala semua bangsa ini ikut membendung, paling tidak dia akan sempit ruang geraknya. Nah, ini kan menandakan kejadian-kejadian yang kemarin itu masih banyak bangsa kita yang seperti tidak masuk ke situ, tapi memberikan kehidupan, kesempatan.

Cuma bangsa inilah yang harus kita bentengi supaya bisa menyetop kegiatan mereka. Kalau hanya disetop oleh aparat keamanan, itu juga mengagetkan. Tapi kalau distop oleh bangsa ini, tentunya dengan satu perbuatan yang etis. Sehingga nanti menimbulkan kesadaran yang paripurna untuk bangsa ini.

Oh itu lambat? Memang lambat. Selambat kita menangkap, kan sembilan tahun. Lambat juga ini, kalau kita ukur waktu kan panjang begitu. Tapi kalau kita dialog bangsa, kebangsaan ini terus berjalan dengan sistematis, insyaallah.

Mereka tidak punya tempat lagi, walaupun punya pandangan yang…?
Belum pernah kan turun ke kampung-kampung, ke desa-desa dari tim keamanan untuk berdialog dengan rakyat. Dialognya jangan antara keamanan dengan rakyat, dialog antara warga negara yang punya kewajiban untuk mempertahankan keamanan dan warga negara yang semestinya juga ikut mempertahankan keamanan. Ini alat, kalau alat ‘kan wajib, mutlak kalau tidak ‘kan nggak dapat gaji. Ini rakyat yang berkewajiban secara moral tidak digaji pun harus berbuat. Nah keseimbangan ini yang harus diciptakan.

Dan itu masih belum dilakukan?
Belum, hanya informasi-informasi. Jadi seperti rakyat ini diposisikan bukan kolega. Kalau rakyat sudah diposisikan sebagai kolega, itu tidak disuruh oleh alat keamanan juga berbuat dan etis.

Kalau beberapa orang bilang ada yang mengaitkan masalah teroris ini kepada masalah ketimpangan sosial ekonomi dan ada juga yang berpendapat ini masalah ideologi?
Masalah ketimpangan juga nggak. Kalau ideologi-ideologi yang tadi itu, yang kelompok kecil itu.

Jadi tidak masalah sosial saja gitu?
Jadi kalau masalah itu, tidak tahu. Tapi kalau masalah sosial, banyak orang yang nggak bisa makan, nggak mau berbuat itu. Malah lebih baik minta-minta di Jakarta begitu ‘kan.

Jadi menurut Syaykh, ini masalah ideologi?
Masalah pemahaman yang tidak sama dengan pemahaman umum.

Terutama tentang jihad?
Ya, mungkin. Tapi sayang betul.

Mengakunya itu sedang melakukan jihad?
Tapi kan ada lagi orang yang mengatakan bahwa jihad itu, tidak seperti itu.

Kalau menurut Syaykh, jihad itu apa?
Saya tidak bisa mengatakan menurut saya, tapi pendalaman saya. begitu ‘kan. Kalau menurut saya, itu nantikan, wah ini menjadi tuhan baru begitu ‘kan.

Pendalaman saya, jihad itu adalah membentengi diri dengan terus mendalami ilmu-ilmu Ilahi, ajaran ilahi. Terus mendalami ajaran Ilahi, sampai menemukan bahwa manusia ini harus saling hormat-menghormati. Sampai ketemu satu nilai bahwa, tolonglah orang yang zolim dan yang dizolimi. Yang zolim ditolong, yang dizolimi pun ditolong. Artinya yang zolim itu ditolongnya seperti apa? Ya, mbok jangan begitu kamu, nasihat keluar. Nah ini tujuan pendidikan. Yang dizolimi kita buat suatu perbaikan. Ini berhenti nanti, ini sehat.

Itu bisa dilakukan dengan mendalami ajaran Ilahi. Terus, tidak pernah berhenti. Kenapa saya istilahkan ajaran Ilahi, karena ajaran Ilahi ini milik semua. Pendekatannya kadang-kadang berbeda-beda. Kemudian sampai menemukan hakekat manusia. Sehingga kita tidak diantarkan oleh suatu pemikiran yang memang pemikiran manusia itu, yang unsur jahat itu ada. Maka diperlukan ajaran Ilahi itu, karena di sini (sambil menunjuk dada) ada jahat. Nah, supaya tidak masuk kepada berat sebelah yang kejahatannya lebih tinggi. Nah sudah, ajaran Ilahi kita didalami, oleh siapa saja.

Kemudian setelah itu, menyampaikan ajaran Ilahi itu. Kita sampaikan, kemanusiaan itu mestinya begini. Nah, kita sudah ada tuntunan kemanusiaan di Indonesia ini seperti apa, yang adil dan yang beradab dan disepakati sudah. Nggak usah pakai kelompok anu, kelompok itu. Ndak, sudah disepakati itu. Tidak mengatakan itu ajaran agama tertentu, itu orang sudah menyepakati. Manusia itu harus adil dan beradab. Adil itu berarti, berikan hak semua untuk berbuat apa yang diyakini benar, menurut dasar-dasar yang telah disepakati.

Kemudian beradab, itu artinya punya peradaban. Punya peradaban itu, hidup berperadaban. Hidup itu artinya bergerak, melangkah, maju, melompat. Nah hidup itu bergerak dengan peradaban. Ilmu yang tinggi, asah rasa yang tinggi.

Nah, itu namanya tidak saling menekan, tidak saling memosisikan kamu ini tidak punya hak karena kecil jumlahnya. Jadi bukan ada kecil ada besar. Yang ada, kemanusiaan yang adil dan beradab. Sampaikan terus, jangan pernah berhenti, berhenti vakum 10 tahun saja menganggap tidak ada nilai itu. Daripada tidak ada yang menyampaikan, sampaikan terus. Itu jihad!

Jihad itu, sebuah usaha besar yang terus untuk menghidupkan sebuah cita-cita besar. Kalau kita membunuh, menghentikan cita-cita. Sedangkan menghidupkan itu adalah melanjutkan cita-cita. Dan hak manusia ini diberi hak hidup, dan keinginan manusia yang sudah hidup ini, ingin hidup. Maka terus membuat suatu sistem untuk melanjutkan generasi baru. Berbuat seperti itu pun jihad.

Kemudian jihad seperti itu juga memerlukan kesabaran, karena tantangannya masih banyak, kurang cepat, kurang seru, nah gitu ‘kan. Itupun harus direspon dengan ketabahan. Artinya ada begini harus ditanggapi begini, tidak. Terus saja, sampaikan, mendapat tantangan, bersabar, itu pun jihad. Bersabar itu, bukan berarti berhenti untuk berbuat. Berbuat terus, sampaikan nilai-nilai tadi. Kepada suatu saat nilai-nilai itu kalau sudah disebarkan, mungkin hari ini tidak akan terdengar. Besok orang akan ingat, oh kemarin itu sudah disampaikan. Oh terimakasih, dulu saya ingat disampaikan itu. Nggak boleh berhenti. Nah itu jihad yang menurut pendalaman saya.

Sangat mulia, jihad harus menjunjung peradaban, menolong orang yang dizolimi dan yang menzolimi, mempertahankan diri dengan pendalaman ajaran Ilahi?
Itu yang pertama dulu, sehingga bisa berbuat banyak.

Kalau jihad dalam pengertian peperangan?
Itu sesungguhnya bukan jihad, ya peperangan. Digariskan oleh sebuah keputusan sebuah tempat yang memiliki otoritas. Contoh, negara kita membuat keputusan harus begini terhadap negara X, nah itu sah. Kenapa? Diumumkan. Nah alasan pengumumannya apa? Karena ada pelanggaran a,b,c,d, sudah diplomasi tidak bisa, harus diadakan penyelesaian dengan perang. Sah menurut teori perang.

Bukan jihad?
Jihad itu ‘kan, bahasa. Sungguh-sungguh artinya.

Kesabaran adalah jihad ya?
Kesungguhan untuk mencapai cita-cita itu juga, ya jihad.

Mungkin masih ada nilai-nilai jihad yang lain?
Lah, kalau yang tadi membunuh dan sebagainya itu masuk di situ, itu namanya simbol sendiri. Mengadakan pengumuman saja nggak. Saya dari organisasi ini mengumumkan perang gitu, nggak pernah ada. Tahu-tahu ngebom, itukan nggak fair.

Jadi kalau pengamatan Syaykh pemahaman tentang jihad ini di kalangan masyarakat sudah seperti apa?
Jangan disimpulkan kepada masyarakat. Pelan-pelan kita sampaikan ke masyarakat. Tadi ‘kan sudah bertanya, kenapa kok sering sekali mengucapkan itu, sesungguhnya itu bentuk menyampaikan jihad itu, itu menyampaikannya. Koq itu lagi, nilai-nilai dasar itu lagi. Ini menyampaikan terus jangan berhenti. Karena masih ada kejahatan manusia yang terus berjalan.

Sumber : Page I Love Al Zaytun
Majalah Berita Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar